Jumat, 06 Mei 2011

APA YANG TERJADI 2

   Aku mendapat pekerjaan sebagai guru di Raja Ampat, Papua. Disana aku menjabat sebagai Ketua MGMP Matematika SMA. Aku sangat menikmati indahnya Papua disini, meskipun hidup dengan sarana dan prasarana yang minim. "Bapa, sekolah kita roboh karena badai besar semalam", kata Oge salah satu murid terbaikku. "Bagaimana kita bisa sekolah Bapa?", serunya lagi. "Besok kita tetap bersekolah Oge, kumpulkan teman-teman, kita akan buat kelas darurat di kebun Kepala Desa, sementara itu Aku akan meminta izin kepada Kepala Desa", perintahku.
   Kami berkumpul di kebun dan mulai membangun kelas darurat di kebun Bapak Martinus dekat pantai. "Baik anak-anak mulai besok pagi kita akan belajar disini sampai sekolah kita selesai diperbaiki", seruku. "Baik Bapa", jawab murid-murid. "Sekarang mari kita pulang ke rumah masing-masing".
   Besok paginya ketika aku sampai tidak ada satu orang pun di kelas, setelah aku cari ternyata mereka ada di pantai. "Hei, kenapa kalian tidak ke kelas?", teriakku. "Mari lihat ini Bapa!", jawab Oge. Aku melihat sesuatu yang aneh, ada beberapa kapal berbendera Filipina sedang menambang kapur di laut Raja Ampat. "Kakak, ada kapal yang merusak terumbu karang kita!", seruku kepada para nelayan yang sedang sarapan di warung tante Ella. Aku sering memberikan sosialisasi kepada para nelayan tentang pentingnya terumbu karang. Para nelayan langsung siap-siap untuk mengejarnya. "Kakak boleh saya ikut", pintaku kepada salah satu nelayan. "Tidak usah Bapak guru", jawab nelayan itu. Aku dan murid-murid pun hanya melihat dari bibir pantai.
   Menambang kapur dari terumbu karang memang menjanjikan untung yang sangat besar. Tetapi disini kurang adanya TNI AL yang menjaga perairan Indonesia, mereka hanya mengontrol tiap satu bulan sekali. Setelah mengetahui dikejar para nelayan, penambang terumbu karang liar itu lari. "Bagaimana ini Pak Guru, mereka pasti akan terus berusaha mengeruk keuntungan dari laut kita", seru Bapak Martinus. "Kita harus memberi tahu TNI AL ketika mereka datang, hanya mereka yang dapat menyelesaikan masalah ini", jawabku.
   Seminggu kemudian TNI AL datang dan kami beritahu apa yang terjadi minggu kemarin. "Mulai sekarang kami akan melakukan operasi setiap hari sampai minggu depan dan seminggu sekalimulai minggu depan", jawab pemimpin mereka. "Terima kasih pak", jawab kami. Tetapi janji TNI AL itu hanyalah janji, mereka justru tak melakukan operasi sama sekali, padahal sudah tiga kali kami melihat kapal asing disini. Kapal sederhana para nelayan tidak bisa mengejar kapal mereka. "Bagaimana ini bapak guru?", tanya kepala desa. "Saya akan menghubungi teman saya anggota COREMAP di Jakarta", jawabku.
   Mulai saat itu, kami selalu ronda di laut. Kami mencegah mereka masuk ke perairan ini, jadi beberapa nelayan secara bergantian bermalam di laut. Seminggu kemudian temanku dari Jakarta datang. "Hai Renal, bagaimana kabarmu?", tanyanya. "Aku baik-baik saja, bagaimana tanggapan COREMAP tentang laporanku?", "mereka akan memberi laporan ke Dinas Kelautan dan Perikanan, dan kemudian dari Dinas akan melapor ke Menteri Pariwisata", jawabnya. "Itu terlalu lama, penjahat-penjahatini memanfaatkan betul kesederhanaan nelayan disini", tentangku. "Tapi kami harus menjalankan sesuai prosedur", jawabnya. "Inilah kelemahan kita, dimana hal yang harus cepat diselesaikan harus dijalankan sesuai prosedur yang harus menunggu lama".



   Aku dan temanku menemukan ide cemerlang, temanku membawa laptop dan modem dan kemudian memasukan blog indahnya pantai Raja Ampat. Satu bulan kemudian ada beberapa investor yang ingin membuat resort dan hotel di daerah kami, sehingga daerah kami sekarang ramai dikunjungi turis dari luar negeri dan sebagian kecil dari dalam negeri.


To be continue...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar